Warga Keterbelakangan Butuhkan ulurantangan


Empat Dekade Lebih, Aktivitas Jasama Diruangan Sempit

Jasama (44) hanya melakukan aktivitasnya diruangan sempit samping dapur selama lebih dari empat dekade



KOTABUMI (Lampost.co)--Rumah panggung yang sangat sederhana,  di Desa Gunggijul, Abung Tengah, Lampung Utara, terlihat tak istimewa. Atapnya hanya ditutupi dengan seng dan genteng yang telah usang rupanya.

Penghuninya dua kakak beradik. Jasamah (44), yang disapa akrab Ma ini harus terbujur di salah satu ruangan di samping dapur. Beralaskan tikar seadanya ia harus menyendiri dalam ruangan berukuran 2 × 2 m dengan satu lubang angin berukuran tak lebih 20 cm × 20 cm. Disanalah tempat peristirahatan dan segala aktivitas dilaksanakan, mulai daru makan, minum dan MCK (mandi cuci dan kakus) baginya.

Maklum saja sejak lahir, Ma telah mengalami cacat bawan, jangankan untuk berjalan berbicara saja ia tak bisa. Selama empat dekade lebih, waktunya dihabiskan dipembaringan dengan duduk dan tidur. Ia hanya tinggal dan dilayani oleh adiknya seorang diri,  Alpaidi, yang berstatus bujangan yang usianya hanya terpaut 2 tahun saja.
Dengan hanya mengandalkan hidup dari keseherian sang adik menderes karet, tidak lebih dari Rp150.000/minggu pendapatnya harus cukup untuk memenuhi segala kebutuhan hidup kakak beradik ini. Jangankan untuk membawa sang kakak ke fasilitas kesehatan, untuk makan saja susah menutupinya.

"Saat ini saya hanya bisa pasrah, menunggu uluran tangan dermawan atau pemerintah yang peduli pada kami. Sebab, untuk mengobatinya sampai sembuh benar seperti orang normal kebanyakan mustahil. Kami hanya mampu membawanya ke alternatif, disana pun mereka tak sanggup mengobati sampai sembuh total,"kata pria malang ini yang harus rela hidup membujang hampir setengah abad lamanya demi menjaga dan berbakti pada sang kakak yang tidak dapat melakukan aktivitas seperti orang normal itu.

Ia pun hanya bisa pasrah menghadapi ujian yang diberikan Tuhan padanya itu, sebab, telah berupaya kemana-mana namun masih saja tidak membuahkan hasil. Bantuan pemerintah pun tidak pernah didapat, untuk sekadar mengurangi beban keluarganya itu. Sehingga ia mengaku harus berjuang meski getir, apalagi dikala sang kakak membutuhkan bantuannya segera padahal ia sedang bekerja di kebun.

"Itu yang paling banyak saya rasakan, saat sedang sibuk-sibuk bekerja di kebun misalnya tiba-tiba kakak ingin makan atau minum. Terpaksa berhenti dulu bekerja, pulang untuk membantunya. Mau bagaimana keadaannya seperti ini, terpaksa memilih untuk sendiri demi berbakti pada keluarga,"terangnya.

Menurutnya, Ma adalah anak kedua dari lima bersaudara, sementara dirinya anak ke tiga. Disana hanya berdua tinggal, orang tua lelakinya telah meninggal dunia, sementara sang ibu telah sakit-sakitan dan penglihatannya tidak ada. Kini tinggal di kotabumi pada kerabatnya yang lain, praktis mereka hanya berdua saja sementara saudara lainnya telah meningalkan kampung halaman.

Kondisi kedua kakak beradik itu  diamini oleh Kepala Desa Gununggijul, Feri Ferdiyansyah. Menurutnya, kedua saudara sekandung ini kehidupannya cukup memprihatinkan, sehingga membutuhkan uluran tangan dari para pendarma ataupun pemerintah untuk mengurangi beban hidupnya yang semakin berat dalam keterbatasan ekonomi keluarganya.

"Kalau desa sifatnya hanya ala kadarnya melalui swadaya  masyarakat, itupun terbatas dengan kondisi perekonomian warga. Kalau masalah bantuan, keluarga ini praktis tidak ada yang didapat. Jadi kami mohon kiranya yang bersudi memberikan uluran tangan, monggo ditunggu,"kata dia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tokoh Pemuda Ingatkan Organisasi

Maknai HUT RI, Tokoh Pemuda Abung Selatan Ingatkan Pentingnya Berorganisasi Siwanto, tokoh pemuda Abung Selatan Ingatkan Pemuda berorg...